Minggu, 27 April 2008

Tanaman Antihamil Plus Obat Kuat

Pergeseran sifat kegiatan seksual dari prokreasi menjadi rekreasi menyebabkan industri farmasi melahirkan obat dan alat kontrasepsi. Sayang, harganya relatif mahal. Di lain pihak, kegiatan rekreasi tidak bisa begitu saja ditiadakan hanya demi mencegah kehamilan. Solusinya, berpaling ke alam! Gitu aja kok repot!



Kenapa populasi masyarakat di Tibet tidak mengalami perubahan yang berarti selama lebih dari 200 tahun? Begitulah pertanyaan yang menggoda benak para peneliti melihat Tibet yang nyaris tak terdengar dalam soal kependudukan selama dua abad. Selidik punya selidik, ternyata dalam menu makanan mereka hampir selalu ditemui ercis (Pisum sativum), atau dalam bahasa mereka matar. Di Indonesia kacang ini dikenal dengan banyak nama: kacang kapri, kacang polong, atau gamet.



Dari penelitian yang intensif di laboratorium akhirnya diketahui, biang kerok kejadian itu adalah senyawa kimia yang diberi nama m-xilohidroksiquinon. Senyawa ini merupakan senyawa utama yang terdapat dalam minyak kacang ercis. Dari hasil pengujian terhadap hewan dan manusia terbukti bahwa senyawa m-xilohidroksiquinon sangat efektif untuk mengalangi terjadinya pembuahan indung telur oleh spermatozoa. Bahasa medisnya adalah senyawa antifertilitas nonsteroida. Senyawa m-xilohidroksiquinon yang terkandung dalam ercis tidak bersifat toksik atau racun bagi wanita. Di dalam tubuh, senyawa ini memiliki cara kerja yang berlawanan dengan vitamin E yang kadung dikenal sebagai vitamin penyubur.



Untuk keperluan pembatasan kehamilan, kacang ercis harus dikonsumsi dua kali sebulan, yaitu pada hari ke-16 dan 21 siklus haid. Jumlah asupan sekitar 200 - 250 gr sekali makan. Cara penyajiannya bisa diatur, mau dibikin sayur bening, sop, atau jus. Itu semua tergantung pada selera masing-masing. Bisa juga dijadikan menu sehari-hari layaknya masyarakat Tibet.



Kembang sepatu si tukang ganggu

Sampai saat ini, obat kontrasepsi oral yang efektif dan paling banyak digunakan adalah dari golongan steroida. Hampir seratus persen jenis obat tersebut adalah hasil sintetis di laboratorium. Memang, tidak semuanya dibuat secara sintetis total. Namun, paling tidak obat tersebut merupakan hasil dari parsial sintetis bahan alam. Akibatnya, sifat alami dari obat tersebut juga berubah drastis, yang berujung pada efek sampingan yang merugikan. Pada beberapa orang, efek itu tampak nyata: berat badan tidak terkendali, alergi, gangguan pada siklus haid, dll.

Berkaca dari kenyataan tadi, masyarakat mulai menengok ramuan tradisional yang tergusur oleh budaya instan dan global. Kacang ercis bukan satu-satunya ramuan penghambat kehamilan. Masih ada akar kelimpar atau areuy kacembang (Embelia ribes). Tumbuhan yang di Indonesia hanya dikenal sebagai obat cacing ini mengandung senyawa embelin. Inilah senyawa yang cukup tokcer dalam mencegah terjadinya kehamilan. Caranya dengan membuat campuran 7 g seluruh bagian tumbuhan areuy kacembang, 7 g cabe jawa atau lada panjang (Piper longum), dan 7 g boraks yang diminum setiap hari selama 22 hari dengan tidak melakukan hubungan suami-istri. Setelah “puasa” selama 22 hari itu, hubungan intim bisa dilakukan. Dengan cara itu, ramuan ini dapat mengalangi terjadinya kehamilan selama setahun!

Senyawa rottlerin yang terdapat pada ki meyong (Mallotus philippensis) juga bersifat antifertilitas. Penggunaan senyawa ini dengan dosis 10 mg/kg berat badan (BB) dapat efektif 100% untuk mengalangi pembuahan selama sepuluh hari, dan hanya sekitar 84% dalam 20 hari. Tapi, jika dosis ditingkatkan menjadi 20 mg/kg BB maka dapat mengalangi terjadinya pembuahan secara total selama sebulan.

Dari kalangan tanaman hias, kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis) bisa menjadi pilihan lain. Malahan bisa dikategorikan sebagai tumbuhan kontrasepsi AC/DC; untuk pria jos, wanita pun manjur. Penelitian di laboratorium memperlihatkan bahwa ekstrak kembang sepatu ini memiliki sifat antiestrogenik yang bisa menimbulkan terganggunya keseimbangan hormon reproduksi pada pria maupun wanita. Akibat lanjutannya, kegiatan ya, ya, ya, … pun bebas dari kekhawatiran akan memunculkan adik baru.

Pada pria, ekstrak (air rebusan) bunga kembang sepatu selain akan mengganggu keseimbangan hormon reproduksi (progesteron), juga akan memberikan efek menghambat terhadap perbanyakan sperma, mengganggu fungsi endokrin, dan memperkecil ukuran testis. Tapi, pengaruh itu hanya timbul selama pemberian ekstrak itu berlangsung. Kalau dihentikan, organ reproduksi akan bekerja normal kembali.

Dalam pengobatan formal, hanya satu jenis senyawa alami dari tumbuhan yang telah digunakan sebagai obat konstrasepsi dan diresepkan oleh banyak dokter, yaitu senyawa sparteina. Senyawa ini banyak dijumpai pada tumbuhan dari famili Leguminosae atau polong-polongan, terutama marga Ammodendron, Baptisia, Cytisus, Genista, Gobelia, Lupinus, Retama, Sarothamnus, Templetonia, dan Thermopsis. Sayangnya, tumbuhan tersebut bukanlah tanaman asli Indonesia. Besar kemungkinan belum pernah ditanam di Indonesia.



Pria pun bisa lo!

Dari India juga terkuak adanya kepercayaan masyarakat terhadap beberapa tanaman sebagai obat antifertilitas. Tidak kurang tercatat 138 jenis tumbuhan.
Salah satu dari beratus macam tadi adalah dringo atau jeringau (Acorus calamus). Tanaman terna tahunan ini selain sebagai obat tidur, digunakan sebagai kontrasepsi dengan meminum air rebusan rimpang (secukupnya) yang telah dicampur susu. Meminumnya setelah datang bulan.

Cara lain adalah dengan memakan biji jarak (Ricinus communis), sehari setelah melahirkan. Jika tak mau dengan biji jarak, ada cara lain lagi. Yakni mencampur makanan dengan tepung biji saga manis (Abrus precatorius). Di samping itu ada tanaman yang dimanfaatkan dengan menggodok bagian tumbuhan tersebut lalu diminum airnya. Masuk dalam kelompok ini adalah daun plus buah kecubung (Datura metel), akar ki encok (Plumbago zeylanica), buah dan biji biji labu air atau waluh bodas (Langinaria siceraria).

Amerika Latin (Puerto Rico, Kuba, Republik Dominika, dan Santa Lucia) juga memiliki kearifan tradisional seperti India. Di masyarakat mereka sudah tumbuh kesadaran untuk berpaling ke alam, termasuk dalam upaya menekan jumlah kelahiran. Mereka menggunakan daun dan batang defenbahia (Dieffenbachia seguine), yaitu sejenis tumbuhan talas-talasan. Sedangkan di Kepulauan Solomon, yang dimanfaatkan adalah kulit akar palas (Licuala sp.), tumbuhan sejenis palem. Bagian tumbuhan ini harus dikunyah oleh pria dan wanita untuk mengalangi terjadinya kehamilan.

Pulutan (Urena lombata) menjadi alat “bikin dosa” di masyarakat Irlandia. Dengan mengunyah daunnya lalu airnya ditelan, pertemuan sperma dan sel telur pun urung terjadi.

Umumnya, yang menggunakan obat antikehamilan secara oral adalah wanita. Tapi, di negara berpenduduk 1 miliar lebih, Cina, terungkap bahwa para lelaki di sana memakan obat kontrasepsi yang terkandung dalam biji kapas (Gossypum sp.). Biji kapas yang diolah menjadi minyak dan digunakan untuk memasak di negeri tirai bambu ini mengandung senyawa gosipol yang menjadi kambing hitam bagi rendahnya mutu sperma pria. Bahkan, ia juga memiliki sifat yang dapat mematikan spermatozoa.

Di samping itu, senyawa ini juga bersifat menonaktifkan enzim yang sangat diperlukan untuk spermatozoa dalam membuahi sel telur. Laki-laki yang mengkonsumsi minyak biji kapas akan memiliki sperma yang kurang bagus dan tidak bisa membuahi indung telur di rahim wanita.



Hati-hati keguguran

Meski berasal dari alam, yang notabene sedikit - untuk tidak menyebut tidak ada - efek sampingannya, penggunaannya harus hati-hati dan bijak. Seperti beberapa waktu lalu ketika sebuah tabloid terbitan Jakarta memuat artikel mengenai ki urat (Plantago major) yang dapat meningkatkan libido atau gairah seksual pada pria.

Beberapa literatur kuno memang menyatakan bahwa ada suku bangsa di dunia yang menggunakan ki urat sebagai aprodisiak. Akan tetapi, dalam literatur yang sama, juga disebutkan bahwa ki urat bisa mengakibatkan sterilitas atau ketidakmampuan membuahi sel telur pada sperma pria. Bagi mereka yang sudah memiliki beberapa keturunan, barangkali ini akan cukup menguntungkan; sambil ber-KB sekaligus meningkatkan kebugaran tubuh dan keharmonisan rumah tangga. Namun bagi yang masih mendambakan anak, tunggu dulu! Bugar ya, tapi sperma jadi loyo.
Jadi perlu dimengerti bahwa tidak semua tanaman aman digunakan untuk satu tujuan tertentu. Satu tumbuhan bisa mengandung puluhan, bahkan ratusan, senyawa kimia dengan beragam khasiat dan kegunaan. Pun dengan dosis yang akan digunakan akan sangat mempengaruhi diperolehnya khasiat yang diinginkan dan efek yang tidak diinginkan.

Kehati-hatian juga diperlukan bagi wanita yang ingin ber-KB alamiah. Beberapa jenis tanaman bersifat mendua: antifertilitas, tapi juga dapat menyebabkan terjadinya keguguran (abortifacient).

Parsley (Petroselinum sativum) yang biasa terdapat pada makanan ala Barat mengandung suatu senyawa yang disebut apiol. Senyawa ini dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keguguran. Begitu juga dengan minyak inggu (Ruta graveolens), tansy (Tanacetum vulgare), pennyroyal (Hedeoma pulegioides), dan minyak savin (Junioerus sabina). Keempat jenis minyak ini dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kontraksi yang berlebihan pada rahim (uterus). Sedangkan minyak castor dapat menyebabkan iritasi pada rahim. Pala (Myristica fragrans) dengan senyawa miristisin, elemisin, dan safrol yang dikandungnya bisa pula mengakibatkan keguguran jika dikonsumsi berlebihan (lebih dari tujuh buah sehari). Bahkan jika dikonsumsi lebih dari sembilan buah bisa membahayakan kelangsungan hidup sang ibu.

Perhatikan pula dengan beberapa jenis bumbu, buah-buahan, atau bahan tumbuhan antifertilitas yang banyak terdapat di sekitar kita, tapi berpotensi menyebabkan keguguran, seperti jeruk bali (Citrus maxima), merica (Piper nigrum), temu putih (Curcuma zadoaria), seledri (Apium graveolens), buah nona (Annona squamosa), jintan putih (Cucuminum cyminum), cendana (Santalum album), delima (Punica granatum), jasmin atau melati areuy (Jaminum grandifolium), kelor (Moringa oleifera), cempaka (Michelia champaca), mentimun (Cucumis sativus), paria (Momordica charantia), dan pule pandak (Rauvolfia serpentina) yang biasa digunakan untuk obat hipertensi. Walaupun begitu, jangan terlalu khawatir karena penggunaan secara berlebihan yang dapat menyebabkan keguguran. (Andria Agusta, Lab. Fitokimia, Puslitbang Biologi, Bogor)

Tidak ada komentar:

Google